Sudah seperti inilah kehidupan kita. Emansipasi. Atas nama itulah banyak pekerja perempuan. Tidak denganku. Dengan bekerja ada gengsi : betul, materi oke : betul, apalagi ya???yah, pokonya kalau soal dunia oke. Tapi itukah yang dicari? hoho orientasi manusia berbeda-beda, tidak bisa menjustifikasi,,,sebagai mahluk kita tidak berhak.
Imbasnya. Karena emansipasi, kita--perempuan, tidak boleh mengeluh ketika pergi atau pulang dari kantor berdesak-desakan dalam bus. Kanan kiri depan belakang terhimpit, laki-laki dan perempuan. Emansipasi juga jangan mengeluh jika naik bus tidak mendapatkan tempat duduk. Jangan sekali-kali minta tempat duduk dengan alasan karena kita perempuan, ingat emansipasi berbanding lurus dengan kesetaraan gender. Jangan mengeluhlah pokonya. Kerjakan semua.
Bekerja? tidak masalah. Aku bekerja karena memang zamannya telah berubah. Aku mau tidak bekerja, tapi keluargaku butuh asupan gizi. Butuh baju baru, sepatu baru, jajanan baru, makan, minum, pipis, bahkan menghirup udara pun butuh dana. Apa tidak gila zamanku ini? Yah, karena semuanya gila jadinya normal.
"Saya mengundurkan diri", seorang Ibu mengundurkan diri dari pekerjaan yang sangat menjanjikan. Gaji tinggi, gengsi tinggi, apa lagi coba. Hidup adalah pilihan. Disinilah teori itu terbukti. Pilihan. Pilihan ada di tangan kita. Apa pentingnya orang lain yang tidak tahu menahu tentang kita. Kita yang memutuskan kita pun yang akan mendapat risikonya, tidak rugikan orang lain? jadi sudahlah lupakan mereka. Ya, keputusan Ibu itu ganjil di mata kebanyakan orang. Bagiku itu adalah keputusan yang reaksioner, revolusioner, dan briliant.
Aku juga bingung. Mungkin aku juga tidak bisa berlama-lama. Bekerja terikat itu tidak nyaman. Coba cari yang lain yang lebih menantang. Lebih menghargai diri sendiri. Sementara itu, lebih baik menikmati hidup dengan secangkir teh panas. Meresapi hidup dalam kesatnya teh dan lupakan semua.