Rabu, 31 Maret 2010

Sudah pula aku sampai di sini...kejadian hanya berlalu saja...seharusnya banyak yang aku rasakan...aku berusaha menemukan diri dengan melihat alam tapi ternyata hanya sedikit dari diriku yang muncul...

Kamis, 11 Maret 2010

hari dimana aku sendiri...
ngentry juga aku walau pelaaaa...n pake sekali pula hhehhe
idihhh sendirian saja...
hujannya lebat sekali...
lebaaaattt sekali
ngomong2 hari ini aku lebayyyy sekali...
sekali sekali sekali dan sekaliiiiiii
hahahahahaaaaaa

Senin, 08 Maret 2010

Pemuda Pergerakan

Sejarah telah menulis dengan tinta emas untuk manusia bernama pemuda. Dari zaman ke zaman pemuda selalu muncul dengan tuntutan perubahan untuk kemudia pergerakan. Walaupun pergerakan perubahan itu tidak selalu dalam hal yang positif namun tetap saja hasilnya selalu berbeda, tidak stagnan. Ada masa dimana bumi terasa suram, samar, terang, dan gelap.

Bumi terasa suram ketika manusia belum juga menemukan aturan tentang hidupnya. Jadi, berhiduplah mereka menurut akal pikiran dan instingnya. Masa samar ketika aturan hidup mulai diperkenalkan. Manusia dihadapkan pada benar salah tetapi mereka masih ragu dan enggan melakukannya. Pada masa terang bumi benar-benar serasa luas, nyaman, aman, dan damai, aturan telah diterima dan dijalankan. Sehingga pada masa ini hal-hal penting untuk keberlangsungan hidup ditemukan. Terakhir adalah dimana bumi terasa begitu gelap, kapankah itu? Saya kira ketika aturan dicampakkan dengan sengaja. Manusia melakukan hal-hal buruk padahal mereka mengetahui keburukannya. Di balik semua masa itu selalu ada manusia yang dinamakan pemuda. Kita mengenal pemuda Muhammad yang memperkenalkan aturan hidup dan mendobrak masa suram dan samar ke arah terang benderang. Revolusi Prancis yang katanya di dalam sejarah banyak mengilhami revolusi-revolusi lainnya di bumi, salah satunya revolusi Amerika. Semua itu motor penggeraknya adalah kaum kuda. Pada masa bumi terasa mulai gelap dimana aturan hidup sudah mulai dipertanyakan kebenarannya dan akhirnya ditinggalkan, tentu saja di sana kita mengenal Adolf Hitler, Musollini, Nikita Kruschec, Mao Ze Dong, atau alimin dan Muso. Mereka adalah pemuda yang sangsi dengan aturan yang telah ada dan berusaha membuat aturan baru menurut pandangannya, fahamnya, dan kemanfaatannya. Ketika aturan ini tidak dirasa "oke" pemuda lain akan berusaha mencari yang lebih baik. Timbul pergerakan lain menuju cita-cita lain yang diharapkan lebih baik.

Di Indonesia sendiri pemuda-pemuda pergerakan selalu ada, namun zaman pula yang memberi kesempatan. Tidak semua pemuda pada zamannya bergerak untuk melakukan perubahan mendasar. Ada pemuda yang pada masanya adalah untuk perkembangan. Pemuda Habibie, misalnya, ia tidak hidup untuk melakukan perombakan mendasar tetapi ia melakukan untuk perkembangan peradaban. Jadi, pemuda bergerak tergantung pula pada kebutuhan zaman. Sebagai pemuda yang bergerak untuk perubahan adalah pemuda yang merebut kemerdekaan sehingga tercapailah Republik Indonesia yang merdeka, ada juga angkatan 66 yang menggulingkan rezim komunis, mereka juga melakukan perubahan dari komunis ke arah demokrasi.Selain itu ada juga pergerakan yang dilakukan pemuda tetapi tidak merubah secara mendasar istilahnya tambal sulam, misal angkatan 1998 mereka yang melengserkan Orde Baru. Bukan perubahan mendasar yang terjadi, artinya sistem tetap sama hanya sebagiam yang dianggap keliru seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme berusaha dibersihkan. Namun karena kerangkanya tetap sama maka pemerintah dan rakyat sulit sekali memberantasnya. Ibaratnya menyiangi rumput liar tidak sampai ke akar. Intinya pemuda selalu berada di titik terdepan dalam pergerakan perubahan. Namun baik tidaknya suatu perubahan tergantung pada pemahaman angkatan kaum mudanya. Namun sejauh pengamatan, perubahan yang mereka tuntut adalah jelas. Mereka menuntut komunis sekalipun.

Tuntutan perubahan selama ini dimana hanya mengganti kepala negara atau person yang berkuasa berujung tanpa perubahan yang berarti dan pada akhirnya kembali stagnan. Berbeda jika yang dituntutnya adalah perubahan sistem maka hasilnya akan sangat terasa.

Hari ini pergerakan pemuda yang diusung mahasiswa seakan kehilangan pegangan. Mereka berteriak namun kosong, mereka melempar batu tapi kena diri sendiri, intelektual terpinggirkan, yang diusungpun menjadi tidak jelas, kepentingan rakyat semua atau terbatas kepentingan pemuda dalam hal ini mahasiswa. Emosi tanpa nalar menjauhkan logika dari berpikir jernih kerapkali melahirkan tindakan otot. Bak seorang pahlawan yang memperjuangkan sesuatu yang besar padahal hanya perkira di sekitar.

Andai saja tuntutan pelengseran kembali terjadi bukankah tidak akan mendapatkan perubahan nyata. Ingat peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto, tetap saja tanpa perubahan yang berarti malah lebih buruk. Jika kali ini pun akibat kasus Century presiden dipaksa lengser maka kita hanya akan mengulang sejarah kosong. Tidakkah kita belajar pada tuntutan perubahan yang lebih besar, semisal Negara Turki. Walaupun ke arah yang dirasa kurang tepat bagi negaranya tapi tetap saja yang namanya perubahan sistem akan terwujud nyata dan dirasakan secara riel daripada sekedar penggantian kepala negara. Beratus bahkan beribu kali pun kita mengganti kepala negara hasilnya akan tetap sama dalam sistem yang sama. Karena peraturan hidup muncul dari sistem bukan dari pemimpinnya. Nah, pada akhirnya dikembalikan lagi kepada pemuda untuk mencari, menemukan, dan memperjuangkan sistem mana di bumi ini yang layak untuk diperjuangkan dan dituntut penegakkannya.Salam pembebasan...

Rabu, 03 Maret 2010

Kabupaten ala Koboi

kemarin saya pergi ke konawe selatan. sebuah kabupaten di Provins Sulawesi Tenggara. Sebuah kabupaten yang insyaAllah akan menjadi tempat kerja yang pertama untuk teman Saya (Nia A). Kami berangkat sekitar jam 8.30 WITA. Di sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan alam yang nampak indah sekali. Hutan-hutan di kiri kanan jalan,yang entah pohon apa itu, rumah-rumah beratap daun rumbia dan seng juga dinding yang masih terbuat dari papan, juga dengan anak-anak sekolah yang kecil berlarian hilir mudik di dalam sekolahnya yang tepat menghadap jalan.Ah, benar-benar damai hidup...

Hawanya terasa segar beda sekali dengan Kendari yang panas. Sebagai anak yang terlahir dan tumbuh di lingkungan pegunungan yang dingin jalanan menuju Konsel terasa sangat nyaman dan Saya pun tak bisa menutupi kesenangan diri dengan terus tersenyum sepanjangn jalan yang berkelok-kelok."Ow! ini dia yang kucari: masyarakat yang sebenar-benarnya, inilah wajah Indonesia, anak-anaknya dalam balutan merah putih pebuh kejujuran dan kesenangan hidup yang sederhana dan penuh rasa syukur. Ini dia rakyat yang begitu gemerlap mata mereka melihat kemegahan ibukota. Ibukota adalah kemewahan saja bagi mereka seperti halnya dinding semen, atap genteng, dan lantai keramik. Tapi seperti sudah saya katakan, di sini tenang dan nyaman...

Saya temukan dua bangunan gereja pada jarak berdekatan. Saya tidak mengerti padahal warga di sekitar daerah tersebut tidak bisa dikatakan banyak malah saya lebih pede mengatakannya sedikit, jelas sekali terlihat jarang-jarang rumah merek. Keanehan terusik kembali melihat kondisi masjid yang astagfirullah jauh dari kesan bersih apalagi megah, terjadi kerusakan di sana-sini seperti tidak digunakan lagi. Saya belum lagi melihat proporsi agama di kabupaten ini mengingat kejanggalan-kejanggalan tersebut.

Perjalanan, baru mencapai seperempatnya, begitu kata Mas Adi yang memberi tumpangan. Istrinya (Mb Kiki) menimpali dengan banyaknya kabut yang menurutnya tidak biasanya. Ahai ini bagus sekali...lihatlah kawan seperti di negeri impian. Dalam pikiran saya selanjutnya adalah mendekati anak-anak kecil itu dan bermain, belajar bersama mereka, tidak apalah Saya ingin juga menjadi guru. Tahu tentang Toto Chan? Indah benar sekolahnya: di dalam gerbong kereta dan semua peraturan tidak monoton yang membuat saya mengantuk di kelas. Perjalanan mulai terasa sama, yang saya lihat rumah-rumah penduduk kebanyakan dari dinding papan dan atap rumbia berjejer di kiri kanan jalan, saya pun tertidur sebentar. Tidak lama hawa mulai berubah rasanya agak panas dan...panas!AC dalam mobil mulai dinyalakan dan parahnya Saya langsung batuk2.



JreNGGGG!!!pemandangan berubah...tanah cadas, tetumbuhan ada tapi tidak membikin segar, gedung-gedung perkantoran berjejer menggantikan atap rumbia dan dinding papan penduduk. Gedung DPRD dan tempat bupati mendominasi kebesaran bangunan. BPS sendiri yang kami tuju berada paling ujung dari deretan bangunan perkantoran milik pemerintah semua. Jalanan yang baru diaspal terasa licin di mobil.Biar saya ingat di sana ada RSUD, sebuah rumah sakit tanpa pasien...benar-benar kampung koboi. Hanya beberapa saja yang berseliweran kendaraan motor dan mobil, tak kulihat orang berjalan-jalan kaki. Kami pun sampai di kantor BPS yang baru juga dibangun seperti bangunan lainnya, ujung jalan beraspal ini baru sampai BPS kesananya blasss...!jalan cadas gersang...Apalagi yang dapat saya gambarkan? Saya bingung karena turun dari mobil, panas langsung menyengat dan sepi suara angin terdengar sendu. Daerah ini harusnya tetap alami saya kira...tidak perlu bangunan-bangunan perkantoran ini.

Pemekaran daerah...inilah salah satu bentuk jadinya: Kabupaten Konawe Selatan. Siapa yang menginginkan? Saya kira tidak selamanya pemekaran daerah diingini oleh masyarakatnya. Seperti di Konsel rakyat saja jarang ditemukan maka tentu rakyat tidak terlalu kuat menginginkan pemekaran. Toh rakyat pun tidak merasakan langsung dari pemekaran ini. Akhirnya pandangan tertuju pada mereka yang duduk di tampuk pemerintahan, mungkin ini hanya su'udzon tapi hal ini patutlah menjadi bahan berkaca di kemudian hari: masak iya kabupaten hanya berupa bangunan? kalau mau dibandingkan lebih ramai kampung Saya: Cisoka tercinta...Intinya daerah ini tidaklah layak menjadi kabupaten, mungkin akan lebih bagus jika daerah ini tetap hutan yang bisa memperkuat paru-paru dunia, toh di tanah Sulawesi ini belum kekurangan tanah seperti halnya Jawa.

Saya dan Nia mencoba jalan-jalan keluar karena bete juga nunggu di dalam ruangan tanpa kerjaan. Jalan-jalan? Kami hanya sampai bangunan samping BPS karena udara yang panas, mata tidak bisa saya buka lebar, tanah yang begitu luas ini tampak sempit di pandangan. Angin yang biasanya segar di sini panas. Kami berfoto di bawah bendera yang aduhai kasian sekali sendirian mematung di tengah lapangan yang sunyi berumnput lebat dan dilatari hutan-hutan, ingatan saya kembali pada masa kolonial, ingat saya dengan tetralogi buru Pramoedya Ananta Toer latar akhir abad 19, yah, lapangannya masih sangat berumput saya kira dan suram...

Selain itu tambah tidak senangnya saya dengan kabupaten koboi ini adalah fasilitasnya: air dan listrik jarang-jarang sekali. Mana pada hari ke sana Saya mulas, penderitaan sekali jadinya...untung masih ada sisa air di kamar mandi laki-laki. Entahlah atas dasar apa mereka membentuk Kabupaten yang lebih mirip kampung koboi yang super sepi...janganlah dibandingkan dengan kabupaten di Jawa dengan desa saya pun masih kalah...tapi kita tunggu saja Konawe Selatan sepuluh atau dua puluh tahun ayang akan datang...