Sejarah telah menulis dengan tinta emas untuk manusia bernama pemuda. Dari zaman ke zaman pemuda selalu muncul dengan tuntutan perubahan untuk kemudia pergerakan. Walaupun pergerakan perubahan itu tidak selalu dalam hal yang positif namun tetap saja hasilnya selalu berbeda, tidak stagnan. Ada masa dimana bumi terasa suram, samar, terang, dan gelap.
Bumi terasa suram ketika manusia belum juga menemukan aturan tentang hidupnya. Jadi, berhiduplah mereka menurut akal pikiran dan instingnya. Masa samar ketika aturan hidup mulai diperkenalkan. Manusia dihadapkan pada benar salah tetapi mereka masih ragu dan enggan melakukannya. Pada masa terang bumi benar-benar serasa luas, nyaman, aman, dan damai, aturan telah diterima dan dijalankan. Sehingga pada masa ini hal-hal penting untuk keberlangsungan hidup ditemukan. Terakhir adalah dimana bumi terasa begitu gelap, kapankah itu? Saya kira ketika aturan dicampakkan dengan sengaja. Manusia melakukan hal-hal buruk padahal mereka mengetahui keburukannya. Di balik semua masa itu selalu ada manusia yang dinamakan pemuda. Kita mengenal pemuda Muhammad yang memperkenalkan aturan hidup dan mendobrak masa suram dan samar ke arah terang benderang. Revolusi Prancis yang katanya di dalam sejarah banyak mengilhami revolusi-revolusi lainnya di bumi, salah satunya revolusi Amerika. Semua itu motor penggeraknya adalah kaum kuda. Pada masa bumi terasa mulai gelap dimana aturan hidup sudah mulai dipertanyakan kebenarannya dan akhirnya ditinggalkan, tentu saja di sana kita mengenal Adolf Hitler, Musollini, Nikita Kruschec, Mao Ze Dong, atau alimin dan Muso. Mereka adalah pemuda yang sangsi dengan aturan yang telah ada dan berusaha membuat aturan baru menurut pandangannya, fahamnya, dan kemanfaatannya. Ketika aturan ini tidak dirasa "oke" pemuda lain akan berusaha mencari yang lebih baik. Timbul pergerakan lain menuju cita-cita lain yang diharapkan lebih baik.
Di Indonesia sendiri pemuda-pemuda pergerakan selalu ada, namun zaman pula yang memberi kesempatan. Tidak semua pemuda pada zamannya bergerak untuk melakukan perubahan mendasar. Ada pemuda yang pada masanya adalah untuk perkembangan. Pemuda Habibie, misalnya, ia tidak hidup untuk melakukan perombakan mendasar tetapi ia melakukan untuk perkembangan peradaban. Jadi, pemuda bergerak tergantung pula pada kebutuhan zaman. Sebagai pemuda yang bergerak untuk perubahan adalah pemuda yang merebut kemerdekaan sehingga tercapailah Republik Indonesia yang merdeka, ada juga angkatan 66 yang menggulingkan rezim komunis, mereka juga melakukan perubahan dari komunis ke arah demokrasi.Selain itu ada juga pergerakan yang dilakukan pemuda tetapi tidak merubah secara mendasar istilahnya tambal sulam, misal angkatan 1998 mereka yang melengserkan Orde Baru. Bukan perubahan mendasar yang terjadi, artinya sistem tetap sama hanya sebagiam yang dianggap keliru seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme berusaha dibersihkan. Namun karena kerangkanya tetap sama maka pemerintah dan rakyat sulit sekali memberantasnya. Ibaratnya menyiangi rumput liar tidak sampai ke akar. Intinya pemuda selalu berada di titik terdepan dalam pergerakan perubahan. Namun baik tidaknya suatu perubahan tergantung pada pemahaman angkatan kaum mudanya. Namun sejauh pengamatan, perubahan yang mereka tuntut adalah jelas. Mereka menuntut komunis sekalipun.
Tuntutan perubahan selama ini dimana hanya mengganti kepala negara atau person yang berkuasa berujung tanpa perubahan yang berarti dan pada akhirnya kembali stagnan. Berbeda jika yang dituntutnya adalah perubahan sistem maka hasilnya akan sangat terasa.
Hari ini pergerakan pemuda yang diusung mahasiswa seakan kehilangan pegangan. Mereka berteriak namun kosong, mereka melempar batu tapi kena diri sendiri, intelektual terpinggirkan, yang diusungpun menjadi tidak jelas, kepentingan rakyat semua atau terbatas kepentingan pemuda dalam hal ini mahasiswa. Emosi tanpa nalar menjauhkan logika dari berpikir jernih kerapkali melahirkan tindakan otot. Bak seorang pahlawan yang memperjuangkan sesuatu yang besar padahal hanya perkira di sekitar.
Andai saja tuntutan pelengseran kembali terjadi bukankah tidak akan mendapatkan perubahan nyata. Ingat peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto, tetap saja tanpa perubahan yang berarti malah lebih buruk. Jika kali ini pun akibat kasus Century presiden dipaksa lengser maka kita hanya akan mengulang sejarah kosong. Tidakkah kita belajar pada tuntutan perubahan yang lebih besar, semisal Negara Turki. Walaupun ke arah yang dirasa kurang tepat bagi negaranya tapi tetap saja yang namanya perubahan sistem akan terwujud nyata dan dirasakan secara riel daripada sekedar penggantian kepala negara. Beratus bahkan beribu kali pun kita mengganti kepala negara hasilnya akan tetap sama dalam sistem yang sama. Karena peraturan hidup muncul dari sistem bukan dari pemimpinnya. Nah, pada akhirnya dikembalikan lagi kepada pemuda untuk mencari, menemukan, dan memperjuangkan sistem mana di bumi ini yang layak untuk diperjuangkan dan dituntut penegakkannya.Salam pembebasan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar