Minggu, 14 November 2010
Jalan,hati,dan merapi
Hidup di jalanan.aku ingin melupakan.andai semua ini tidak terjadi mungkin,aku tidak akan pernah belajar.mungkin aku tidak akan pernah merasa sakit.tapi bukankah hidup itu harus dirasai.ya, dirasai semua.seperti halnya umptn,walau aku tidak berpikir memasuki univ negeri tapi itu adalah kesempatan merasakan sekali seumur hidup dengan teman2 satu angkatan dan merasakan begitu gairah menjadi calon mahasiswa dengan keidealisannya.mungkin aku baru belajar tentang hidup,jadi merasa kaget sedikit tidak mengapa,dinikmati saja.kalau hari ini untuk melupakan semua harus berada di jalanan aku akan melakukannya,dan kunikmati sebagai proses yang harus dijalani.merapi meletus dan begitupun diriku.rasanya bagus,plong,semua telah dimuntahkan layaknya lahar panas yang menghancurkan semua,kini tinggal memperbaikinya.aku akan memperbaikinya,dengan diriku saja tidak perlu yang lain,karena hatiku adalah milikku.semoga Alloh Swt memudahkan dan melancarkan segala sesuatunya,amin.tidak ada luka berat yang tidak berbekas,jangan pernah takut dengan bekas luka karena itu akan membuatmu semakin kuat dan cantik.percayalah...
Senin, 11 Oktober 2010
Manusia itu hanya berencana. Untuk hal ini , rasanya aku sudah banyak belajar. Aku tahu Alloh selalu mempunyai rencana yang indah dan tidak memberatkan untuk umatnya. Aku sayang semua yang telah kukenal. Mereka banyak memberi inspirasi dalam hidupku. Aku juga banyak belajar dari mereka. Aku banyak belajar tentang sifat-sifat manusia.Semua akan berlalu baik-baik saja. Aku sangat yakin, karena hidup hanya sekali dan peristiwa berlalu hanya sekali juga. Hari ini aku kecewa tapi besok aku akan tersenyum bahagia. Ini semua sangat aneh dan aku tidak pernah berfikir akan seperti ini.
Rasanya laut sangat indah di kepalaku. Rasanya aku ingin melihatnya. Disana ada kebebasan. Aku seperti burung dalam sangkar besi. Tapi, benarkah aku akan terus berfikir seperti ini? aku tidak akan pernah menikmati hidup...
Semangat...lahaulawalaquwwata illa billah...
Rasanya laut sangat indah di kepalaku. Rasanya aku ingin melihatnya. Disana ada kebebasan. Aku seperti burung dalam sangkar besi. Tapi, benarkah aku akan terus berfikir seperti ini? aku tidak akan pernah menikmati hidup...
Semangat...lahaulawalaquwwata illa billah...
Selasa, 31 Agustus 2010
ummu wa rabbah al bayt
Banyak peristiwa yang menjadi pelajaran berharga bagi hidup saya. Tapi dari semua pengalaman selama rentang waktu tujuh bulan ini, saya rasa ada satu yang paling menyentuh nilai kemanusiaan dan sisi keislaman saya. Kejadian yang membenturkan antara sisi kemanusiaan dan keislaman saya sebagai seorang muslimah.
Alloh SWT telah mendesign laki-laki dan perempuan begitu sempurna, termasuk hak dan kewajibannya. Seorang laki-laki dengan sifak kelaki-lakiannya telah diberikan hak dalam hal kekuasaan dan kepemimpinan. Begitu pula seorang perempuan dengan segala karakteristik keperempuannya telah pula diberi hak sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga (Ummu wa rabbah al-bayt). Maka, tidak bisa seorang laki-laki mengambil aktivitas seorang ibu begitu pun sebaliknya.
Apa itu aktivitas seorang perempuan yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang laki-laki? Syariah Islam telah mendatangkan seperangkat hukum yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran (wiladah), penyusuan (radha’ah), pengasuhan (hadhanah), ataupun berkaitan dengan masalah ‘iddah. Semua itu khusus untuk perempuan, tidak sedikitpun untuk laki-laki. Maka, hukum syara’ telah memberikan tanggung jawab penuh kepada perempuan untuk mengurus anak mulai dari hamil, kelahiran, penyusuan, dan pengasuhan. Jadi, aktivitas pokok seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga, dan hal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Akan tetapi dengan adanya aktivitas pokok tersebut tidak menjadikan perempuan terbatas pada aktivitas tersebut. Perempuan boleh melakukan jual beli, kontrak kerja (ijarah), dan perwakilan (wakalah). Makna dari pengkhususan tersebut adalah bahwa Alloh SWT telah menciptakan perempuan agar laki-laki cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan agar laki-laki (suami) memperoleh keturunan darinya. Alloh SWT berfirman dalam surat an-Nahl ayat 72, “Alloh menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu.” Dalam surat yang lain Allah SWT berfirman, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (TQS ar-Ruum[30]: 21). Tapi sekali lagi aktivitas khusus tersebut tidak membatasi seorang perempuan untuk beraktivitas di kehidupan umum. Hanya saja perempuan tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan, tidak boleh menjadi kepala Negara, pembantunya, gubernur, bupati, atau jabatan apa saja yang menyangkut pemerintahan (kekuasaan). Rasulullah SAW bersabda, “ Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yag menyerahkan urusan mereka kepada seorang perempuan.”
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas pokok dan hukumnya wajib bagi seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Aktivitas lainnya semisal bekerja adalah diperbolehkan artinya hukumnya adalah mubah.
Karena Allah SWT melengkapi manusia dengan akal. Dengan akal manusia diberi kebebasan untuk memilih apa yang menurutnya benar. Perempuan pun dalam hal ini diberi keleluasaan untuk memilih apa yang terbaik dalam hidupnya. Hanya saja karena kita adalah seorang muslim, dan seorang muslim itu segala perbuatannya harus selalu dilandaskan kepada al-Qur’an dan hadits, maka dalam hal memilih pun tidak boleh tidak harus berdasarkan keduanya. Kita sebagai seorang muslimah harus bisa membedakan aktivitas mana yang wajib, sunah, mubah, dan makruh berdasarkan syariah Islam. Atas pilihan-pilihan itu manusia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sebagai seorang manusia dan perempuan di zaman kapitalisme ini, kita-perempuan- dihadapakan pada realitas dunia yang menuntut seorang perempuan harus bekerja. Kapitalisme dengan segala turunannya telah membuat kecenderungan manusia berubah ke arah materi. Seorang perempuan dengan pekerjaan dan penghasilan cukup apalagi ditambah dengan kekuasaan akan menambah nilai tambah di tengah masyarakat dibandingkan perempuan yang hanya berkutat di rumah hanya akan dipandang sebelah mata. Perempuan yang bekerja dianggap berjasa terhadap keluarganya. Perempuan dituntut untuk hidup mandiri dengan bekerja. Banyak sekali alasan yang semuanya secara manusiawi sangat masuk akal. Misal jika terjadi sesuatu dengan suami, perempuan yang mandiri akan tetap kuat bertahan menyokong ekonomi keluarganya.
Hidup adalah pilihan dan setiap pilihan yang kita tentukan akan ada cost yang harus dibayar, begitulah hidup. Cost yang harus dibayar pun berbeda-beda harga dan tempat kembalinya. Orang bijak mengatakan pilihlah yang costnya paling minimal. Ingat jual beli di sisi Alloh SWT tidak sama dengan jual belinya manusia. Cost paling minimal akan menguntungkan di dunia tapi mungkin tidak menurut pandangan Alloh SWT begitupun sebaliknya.
Inilah yang terjadi, dan menuntut saya untuk kembali merenungi diri. Apakah saya adalah seorang pekerja yang kebetulan beragama Islam atau sebaliknya, saya adalah seorang muslim yang kebetulan bekerja? Fenomena perempuan bekerja pada zaman ini bukan sesuatu hal yang aneh. Dimana-mana perempuan bekerja dan sayangnya sudah tidak memperhatikan jenisnya lagi, apakah cocok dengan kodratnya sebagai perempuan atau tidak. Semua berlomba untuk mendapatkan pekerjaan. Dan dari sekian keumuman tersebut selalu ada anomaly, orang-orang yang melawan arus, yang dipandang sebelah mata, yang dikira tidak berpikir panjang. Banyak orang dengan susah payah bahkan harus membayar jutaan bahkan puluhan juta untuk diangkat menjadi pegawai ini malah ingin mengundurkan diri hanya karena alas an rumah tangga. Dipandang dengan kacamatan perasaan manusia dan ideology kapitalis, orang ini bodoh dan kurang berpikir panjang. Istilahnya hal yang sudah pasti di depan mata ia tinggalkan begitu saja, berarti cost yang ia ambil terlalu mahal untuk hidupnya. Dia akan kehilangan pendapatan yang lumayan untuk menyokong kelangsungan hidupnya juga gengsi di masyarakat sebagai wanita karir, hilang sudah. Tapi benarkah seperti itu?
Pertama saya juga sayang dengan keputusan itu. Saya terguncang juga dengan perasaan kemanusiaan dan ide kapitalis. Terlalu banyak orang yang berbicara, membuat saya tertegun. Saya berpikir, banyak hal bahkan terlalu banyak yang ia korbankan; pendidikannya, orang tua, masa depan anak, dan kemampuannya. Tapi ternyata semuanya berbicara tentang materi. Jika saya kembalikan semuanya kepada hukum islam, maka yang ia lakukan tidaklah begitu berarti. Menjadi seorang ibu dan mengurus rumah tangga adalah hal wajib baginya sementara bekerja adalah mubah. Hitung-hitungan di sisi Alloh SWT tidak sama dengan hitung-hitungannya manusia. Cost yang besar di sisi manusia insyaAlloh akan diganti pahala yang lebih besar di sisi Alloh SWT. Ingat suatu kewajiban sebagaimana halnya shalat, jika kita lakukan adalah pahala dan jika ditinggalkan adalah dosa.
Sampai disini saya kembali harus tanamkan dalam diri bahwa saya adalah MUSLIMAH yang kebetulan bekerja. Dengan begitu jika suatu saat saya dihadapkan pada pilihan kerja dan rumah tangga maka hal terbaiklah yang harus saya pilih. Apapun resikonya karena manusia hidup dalam ketidakpastian tapi yang penting kita sudah memilih yang menurut Alloh SWT paling baik.
Untuk saudaraku seiman; janji Alloh adalah benar…
Alloh SWT telah mendesign laki-laki dan perempuan begitu sempurna, termasuk hak dan kewajibannya. Seorang laki-laki dengan sifak kelaki-lakiannya telah diberikan hak dalam hal kekuasaan dan kepemimpinan. Begitu pula seorang perempuan dengan segala karakteristik keperempuannya telah pula diberi hak sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga (Ummu wa rabbah al-bayt). Maka, tidak bisa seorang laki-laki mengambil aktivitas seorang ibu begitu pun sebaliknya.
Apa itu aktivitas seorang perempuan yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang laki-laki? Syariah Islam telah mendatangkan seperangkat hukum yang berkaitan dengan kehamilan, kelahiran (wiladah), penyusuan (radha’ah), pengasuhan (hadhanah), ataupun berkaitan dengan masalah ‘iddah. Semua itu khusus untuk perempuan, tidak sedikitpun untuk laki-laki. Maka, hukum syara’ telah memberikan tanggung jawab penuh kepada perempuan untuk mengurus anak mulai dari hamil, kelahiran, penyusuan, dan pengasuhan. Jadi, aktivitas pokok seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga, dan hal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Akan tetapi dengan adanya aktivitas pokok tersebut tidak menjadikan perempuan terbatas pada aktivitas tersebut. Perempuan boleh melakukan jual beli, kontrak kerja (ijarah), dan perwakilan (wakalah). Makna dari pengkhususan tersebut adalah bahwa Alloh SWT telah menciptakan perempuan agar laki-laki cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan agar laki-laki (suami) memperoleh keturunan darinya. Alloh SWT berfirman dalam surat an-Nahl ayat 72, “Alloh menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu.” Dalam surat yang lain Allah SWT berfirman, “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.” (TQS ar-Ruum[30]: 21). Tapi sekali lagi aktivitas khusus tersebut tidak membatasi seorang perempuan untuk beraktivitas di kehidupan umum. Hanya saja perempuan tidak boleh menduduki jabatan pemerintahan, tidak boleh menjadi kepala Negara, pembantunya, gubernur, bupati, atau jabatan apa saja yang menyangkut pemerintahan (kekuasaan). Rasulullah SAW bersabda, “ Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yag menyerahkan urusan mereka kepada seorang perempuan.”
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas pokok dan hukumnya wajib bagi seorang perempuan adalah menjadi seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Aktivitas lainnya semisal bekerja adalah diperbolehkan artinya hukumnya adalah mubah.
Karena Allah SWT melengkapi manusia dengan akal. Dengan akal manusia diberi kebebasan untuk memilih apa yang menurutnya benar. Perempuan pun dalam hal ini diberi keleluasaan untuk memilih apa yang terbaik dalam hidupnya. Hanya saja karena kita adalah seorang muslim, dan seorang muslim itu segala perbuatannya harus selalu dilandaskan kepada al-Qur’an dan hadits, maka dalam hal memilih pun tidak boleh tidak harus berdasarkan keduanya. Kita sebagai seorang muslimah harus bisa membedakan aktivitas mana yang wajib, sunah, mubah, dan makruh berdasarkan syariah Islam. Atas pilihan-pilihan itu manusia akan dimintai pertanggungjawabannya.
Sebagai seorang manusia dan perempuan di zaman kapitalisme ini, kita-perempuan- dihadapakan pada realitas dunia yang menuntut seorang perempuan harus bekerja. Kapitalisme dengan segala turunannya telah membuat kecenderungan manusia berubah ke arah materi. Seorang perempuan dengan pekerjaan dan penghasilan cukup apalagi ditambah dengan kekuasaan akan menambah nilai tambah di tengah masyarakat dibandingkan perempuan yang hanya berkutat di rumah hanya akan dipandang sebelah mata. Perempuan yang bekerja dianggap berjasa terhadap keluarganya. Perempuan dituntut untuk hidup mandiri dengan bekerja. Banyak sekali alasan yang semuanya secara manusiawi sangat masuk akal. Misal jika terjadi sesuatu dengan suami, perempuan yang mandiri akan tetap kuat bertahan menyokong ekonomi keluarganya.
Hidup adalah pilihan dan setiap pilihan yang kita tentukan akan ada cost yang harus dibayar, begitulah hidup. Cost yang harus dibayar pun berbeda-beda harga dan tempat kembalinya. Orang bijak mengatakan pilihlah yang costnya paling minimal. Ingat jual beli di sisi Alloh SWT tidak sama dengan jual belinya manusia. Cost paling minimal akan menguntungkan di dunia tapi mungkin tidak menurut pandangan Alloh SWT begitupun sebaliknya.
Inilah yang terjadi, dan menuntut saya untuk kembali merenungi diri. Apakah saya adalah seorang pekerja yang kebetulan beragama Islam atau sebaliknya, saya adalah seorang muslim yang kebetulan bekerja? Fenomena perempuan bekerja pada zaman ini bukan sesuatu hal yang aneh. Dimana-mana perempuan bekerja dan sayangnya sudah tidak memperhatikan jenisnya lagi, apakah cocok dengan kodratnya sebagai perempuan atau tidak. Semua berlomba untuk mendapatkan pekerjaan. Dan dari sekian keumuman tersebut selalu ada anomaly, orang-orang yang melawan arus, yang dipandang sebelah mata, yang dikira tidak berpikir panjang. Banyak orang dengan susah payah bahkan harus membayar jutaan bahkan puluhan juta untuk diangkat menjadi pegawai ini malah ingin mengundurkan diri hanya karena alas an rumah tangga. Dipandang dengan kacamatan perasaan manusia dan ideology kapitalis, orang ini bodoh dan kurang berpikir panjang. Istilahnya hal yang sudah pasti di depan mata ia tinggalkan begitu saja, berarti cost yang ia ambil terlalu mahal untuk hidupnya. Dia akan kehilangan pendapatan yang lumayan untuk menyokong kelangsungan hidupnya juga gengsi di masyarakat sebagai wanita karir, hilang sudah. Tapi benarkah seperti itu?
Pertama saya juga sayang dengan keputusan itu. Saya terguncang juga dengan perasaan kemanusiaan dan ide kapitalis. Terlalu banyak orang yang berbicara, membuat saya tertegun. Saya berpikir, banyak hal bahkan terlalu banyak yang ia korbankan; pendidikannya, orang tua, masa depan anak, dan kemampuannya. Tapi ternyata semuanya berbicara tentang materi. Jika saya kembalikan semuanya kepada hukum islam, maka yang ia lakukan tidaklah begitu berarti. Menjadi seorang ibu dan mengurus rumah tangga adalah hal wajib baginya sementara bekerja adalah mubah. Hitung-hitungan di sisi Alloh SWT tidak sama dengan hitung-hitungannya manusia. Cost yang besar di sisi manusia insyaAlloh akan diganti pahala yang lebih besar di sisi Alloh SWT. Ingat suatu kewajiban sebagaimana halnya shalat, jika kita lakukan adalah pahala dan jika ditinggalkan adalah dosa.
Sampai disini saya kembali harus tanamkan dalam diri bahwa saya adalah MUSLIMAH yang kebetulan bekerja. Dengan begitu jika suatu saat saya dihadapkan pada pilihan kerja dan rumah tangga maka hal terbaiklah yang harus saya pilih. Apapun resikonya karena manusia hidup dalam ketidakpastian tapi yang penting kita sudah memilih yang menurut Alloh SWT paling baik.
Untuk saudaraku seiman; janji Alloh adalah benar…
Kamis, 20 Mei 2010
Mari Minum Teh Saja...
Sudah seperti inilah kehidupan kita. Emansipasi. Atas nama itulah banyak pekerja perempuan. Tidak denganku. Dengan bekerja ada gengsi : betul, materi oke : betul, apalagi ya???yah, pokonya kalau soal dunia oke. Tapi itukah yang dicari? hoho orientasi manusia berbeda-beda, tidak bisa menjustifikasi,,,sebagai mahluk kita tidak berhak.
Imbasnya. Karena emansipasi, kita--perempuan, tidak boleh mengeluh ketika pergi atau pulang dari kantor berdesak-desakan dalam bus. Kanan kiri depan belakang terhimpit, laki-laki dan perempuan. Emansipasi juga jangan mengeluh jika naik bus tidak mendapatkan tempat duduk. Jangan sekali-kali minta tempat duduk dengan alasan karena kita perempuan, ingat emansipasi berbanding lurus dengan kesetaraan gender. Jangan mengeluhlah pokonya. Kerjakan semua.
Bekerja? tidak masalah. Aku bekerja karena memang zamannya telah berubah. Aku mau tidak bekerja, tapi keluargaku butuh asupan gizi. Butuh baju baru, sepatu baru, jajanan baru, makan, minum, pipis, bahkan menghirup udara pun butuh dana. Apa tidak gila zamanku ini? Yah, karena semuanya gila jadinya normal.
"Saya mengundurkan diri", seorang Ibu mengundurkan diri dari pekerjaan yang sangat menjanjikan. Gaji tinggi, gengsi tinggi, apa lagi coba. Hidup adalah pilihan. Disinilah teori itu terbukti. Pilihan. Pilihan ada di tangan kita. Apa pentingnya orang lain yang tidak tahu menahu tentang kita. Kita yang memutuskan kita pun yang akan mendapat risikonya, tidak rugikan orang lain? jadi sudahlah lupakan mereka. Ya, keputusan Ibu itu ganjil di mata kebanyakan orang. Bagiku itu adalah keputusan yang reaksioner, revolusioner, dan briliant.
Aku juga bingung. Mungkin aku juga tidak bisa berlama-lama. Bekerja terikat itu tidak nyaman. Coba cari yang lain yang lebih menantang. Lebih menghargai diri sendiri. Sementara itu, lebih baik menikmati hidup dengan secangkir teh panas. Meresapi hidup dalam kesatnya teh dan lupakan semua.
Imbasnya. Karena emansipasi, kita--perempuan, tidak boleh mengeluh ketika pergi atau pulang dari kantor berdesak-desakan dalam bus. Kanan kiri depan belakang terhimpit, laki-laki dan perempuan. Emansipasi juga jangan mengeluh jika naik bus tidak mendapatkan tempat duduk. Jangan sekali-kali minta tempat duduk dengan alasan karena kita perempuan, ingat emansipasi berbanding lurus dengan kesetaraan gender. Jangan mengeluhlah pokonya. Kerjakan semua.
Bekerja? tidak masalah. Aku bekerja karena memang zamannya telah berubah. Aku mau tidak bekerja, tapi keluargaku butuh asupan gizi. Butuh baju baru, sepatu baru, jajanan baru, makan, minum, pipis, bahkan menghirup udara pun butuh dana. Apa tidak gila zamanku ini? Yah, karena semuanya gila jadinya normal.
"Saya mengundurkan diri", seorang Ibu mengundurkan diri dari pekerjaan yang sangat menjanjikan. Gaji tinggi, gengsi tinggi, apa lagi coba. Hidup adalah pilihan. Disinilah teori itu terbukti. Pilihan. Pilihan ada di tangan kita. Apa pentingnya orang lain yang tidak tahu menahu tentang kita. Kita yang memutuskan kita pun yang akan mendapat risikonya, tidak rugikan orang lain? jadi sudahlah lupakan mereka. Ya, keputusan Ibu itu ganjil di mata kebanyakan orang. Bagiku itu adalah keputusan yang reaksioner, revolusioner, dan briliant.
Aku juga bingung. Mungkin aku juga tidak bisa berlama-lama. Bekerja terikat itu tidak nyaman. Coba cari yang lain yang lebih menantang. Lebih menghargai diri sendiri. Sementara itu, lebih baik menikmati hidup dengan secangkir teh panas. Meresapi hidup dalam kesatnya teh dan lupakan semua.
Rabu, 31 Maret 2010
Kamis, 11 Maret 2010
Senin, 08 Maret 2010
Pemuda Pergerakan
Sejarah telah menulis dengan tinta emas untuk manusia bernama pemuda. Dari zaman ke zaman pemuda selalu muncul dengan tuntutan perubahan untuk kemudia pergerakan. Walaupun pergerakan perubahan itu tidak selalu dalam hal yang positif namun tetap saja hasilnya selalu berbeda, tidak stagnan. Ada masa dimana bumi terasa suram, samar, terang, dan gelap.
Bumi terasa suram ketika manusia belum juga menemukan aturan tentang hidupnya. Jadi, berhiduplah mereka menurut akal pikiran dan instingnya. Masa samar ketika aturan hidup mulai diperkenalkan. Manusia dihadapkan pada benar salah tetapi mereka masih ragu dan enggan melakukannya. Pada masa terang bumi benar-benar serasa luas, nyaman, aman, dan damai, aturan telah diterima dan dijalankan. Sehingga pada masa ini hal-hal penting untuk keberlangsungan hidup ditemukan. Terakhir adalah dimana bumi terasa begitu gelap, kapankah itu? Saya kira ketika aturan dicampakkan dengan sengaja. Manusia melakukan hal-hal buruk padahal mereka mengetahui keburukannya. Di balik semua masa itu selalu ada manusia yang dinamakan pemuda. Kita mengenal pemuda Muhammad yang memperkenalkan aturan hidup dan mendobrak masa suram dan samar ke arah terang benderang. Revolusi Prancis yang katanya di dalam sejarah banyak mengilhami revolusi-revolusi lainnya di bumi, salah satunya revolusi Amerika. Semua itu motor penggeraknya adalah kaum kuda. Pada masa bumi terasa mulai gelap dimana aturan hidup sudah mulai dipertanyakan kebenarannya dan akhirnya ditinggalkan, tentu saja di sana kita mengenal Adolf Hitler, Musollini, Nikita Kruschec, Mao Ze Dong, atau alimin dan Muso. Mereka adalah pemuda yang sangsi dengan aturan yang telah ada dan berusaha membuat aturan baru menurut pandangannya, fahamnya, dan kemanfaatannya. Ketika aturan ini tidak dirasa "oke" pemuda lain akan berusaha mencari yang lebih baik. Timbul pergerakan lain menuju cita-cita lain yang diharapkan lebih baik.
Di Indonesia sendiri pemuda-pemuda pergerakan selalu ada, namun zaman pula yang memberi kesempatan. Tidak semua pemuda pada zamannya bergerak untuk melakukan perubahan mendasar. Ada pemuda yang pada masanya adalah untuk perkembangan. Pemuda Habibie, misalnya, ia tidak hidup untuk melakukan perombakan mendasar tetapi ia melakukan untuk perkembangan peradaban. Jadi, pemuda bergerak tergantung pula pada kebutuhan zaman. Sebagai pemuda yang bergerak untuk perubahan adalah pemuda yang merebut kemerdekaan sehingga tercapailah Republik Indonesia yang merdeka, ada juga angkatan 66 yang menggulingkan rezim komunis, mereka juga melakukan perubahan dari komunis ke arah demokrasi.Selain itu ada juga pergerakan yang dilakukan pemuda tetapi tidak merubah secara mendasar istilahnya tambal sulam, misal angkatan 1998 mereka yang melengserkan Orde Baru. Bukan perubahan mendasar yang terjadi, artinya sistem tetap sama hanya sebagiam yang dianggap keliru seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme berusaha dibersihkan. Namun karena kerangkanya tetap sama maka pemerintah dan rakyat sulit sekali memberantasnya. Ibaratnya menyiangi rumput liar tidak sampai ke akar. Intinya pemuda selalu berada di titik terdepan dalam pergerakan perubahan. Namun baik tidaknya suatu perubahan tergantung pada pemahaman angkatan kaum mudanya. Namun sejauh pengamatan, perubahan yang mereka tuntut adalah jelas. Mereka menuntut komunis sekalipun.
Tuntutan perubahan selama ini dimana hanya mengganti kepala negara atau person yang berkuasa berujung tanpa perubahan yang berarti dan pada akhirnya kembali stagnan. Berbeda jika yang dituntutnya adalah perubahan sistem maka hasilnya akan sangat terasa.
Hari ini pergerakan pemuda yang diusung mahasiswa seakan kehilangan pegangan. Mereka berteriak namun kosong, mereka melempar batu tapi kena diri sendiri, intelektual terpinggirkan, yang diusungpun menjadi tidak jelas, kepentingan rakyat semua atau terbatas kepentingan pemuda dalam hal ini mahasiswa. Emosi tanpa nalar menjauhkan logika dari berpikir jernih kerapkali melahirkan tindakan otot. Bak seorang pahlawan yang memperjuangkan sesuatu yang besar padahal hanya perkira di sekitar.
Andai saja tuntutan pelengseran kembali terjadi bukankah tidak akan mendapatkan perubahan nyata. Ingat peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto, tetap saja tanpa perubahan yang berarti malah lebih buruk. Jika kali ini pun akibat kasus Century presiden dipaksa lengser maka kita hanya akan mengulang sejarah kosong. Tidakkah kita belajar pada tuntutan perubahan yang lebih besar, semisal Negara Turki. Walaupun ke arah yang dirasa kurang tepat bagi negaranya tapi tetap saja yang namanya perubahan sistem akan terwujud nyata dan dirasakan secara riel daripada sekedar penggantian kepala negara. Beratus bahkan beribu kali pun kita mengganti kepala negara hasilnya akan tetap sama dalam sistem yang sama. Karena peraturan hidup muncul dari sistem bukan dari pemimpinnya. Nah, pada akhirnya dikembalikan lagi kepada pemuda untuk mencari, menemukan, dan memperjuangkan sistem mana di bumi ini yang layak untuk diperjuangkan dan dituntut penegakkannya.Salam pembebasan...
Bumi terasa suram ketika manusia belum juga menemukan aturan tentang hidupnya. Jadi, berhiduplah mereka menurut akal pikiran dan instingnya. Masa samar ketika aturan hidup mulai diperkenalkan. Manusia dihadapkan pada benar salah tetapi mereka masih ragu dan enggan melakukannya. Pada masa terang bumi benar-benar serasa luas, nyaman, aman, dan damai, aturan telah diterima dan dijalankan. Sehingga pada masa ini hal-hal penting untuk keberlangsungan hidup ditemukan. Terakhir adalah dimana bumi terasa begitu gelap, kapankah itu? Saya kira ketika aturan dicampakkan dengan sengaja. Manusia melakukan hal-hal buruk padahal mereka mengetahui keburukannya. Di balik semua masa itu selalu ada manusia yang dinamakan pemuda. Kita mengenal pemuda Muhammad yang memperkenalkan aturan hidup dan mendobrak masa suram dan samar ke arah terang benderang. Revolusi Prancis yang katanya di dalam sejarah banyak mengilhami revolusi-revolusi lainnya di bumi, salah satunya revolusi Amerika. Semua itu motor penggeraknya adalah kaum kuda. Pada masa bumi terasa mulai gelap dimana aturan hidup sudah mulai dipertanyakan kebenarannya dan akhirnya ditinggalkan, tentu saja di sana kita mengenal Adolf Hitler, Musollini, Nikita Kruschec, Mao Ze Dong, atau alimin dan Muso. Mereka adalah pemuda yang sangsi dengan aturan yang telah ada dan berusaha membuat aturan baru menurut pandangannya, fahamnya, dan kemanfaatannya. Ketika aturan ini tidak dirasa "oke" pemuda lain akan berusaha mencari yang lebih baik. Timbul pergerakan lain menuju cita-cita lain yang diharapkan lebih baik.
Di Indonesia sendiri pemuda-pemuda pergerakan selalu ada, namun zaman pula yang memberi kesempatan. Tidak semua pemuda pada zamannya bergerak untuk melakukan perubahan mendasar. Ada pemuda yang pada masanya adalah untuk perkembangan. Pemuda Habibie, misalnya, ia tidak hidup untuk melakukan perombakan mendasar tetapi ia melakukan untuk perkembangan peradaban. Jadi, pemuda bergerak tergantung pula pada kebutuhan zaman. Sebagai pemuda yang bergerak untuk perubahan adalah pemuda yang merebut kemerdekaan sehingga tercapailah Republik Indonesia yang merdeka, ada juga angkatan 66 yang menggulingkan rezim komunis, mereka juga melakukan perubahan dari komunis ke arah demokrasi.Selain itu ada juga pergerakan yang dilakukan pemuda tetapi tidak merubah secara mendasar istilahnya tambal sulam, misal angkatan 1998 mereka yang melengserkan Orde Baru. Bukan perubahan mendasar yang terjadi, artinya sistem tetap sama hanya sebagiam yang dianggap keliru seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme berusaha dibersihkan. Namun karena kerangkanya tetap sama maka pemerintah dan rakyat sulit sekali memberantasnya. Ibaratnya menyiangi rumput liar tidak sampai ke akar. Intinya pemuda selalu berada di titik terdepan dalam pergerakan perubahan. Namun baik tidaknya suatu perubahan tergantung pada pemahaman angkatan kaum mudanya. Namun sejauh pengamatan, perubahan yang mereka tuntut adalah jelas. Mereka menuntut komunis sekalipun.
Tuntutan perubahan selama ini dimana hanya mengganti kepala negara atau person yang berkuasa berujung tanpa perubahan yang berarti dan pada akhirnya kembali stagnan. Berbeda jika yang dituntutnya adalah perubahan sistem maka hasilnya akan sangat terasa.
Hari ini pergerakan pemuda yang diusung mahasiswa seakan kehilangan pegangan. Mereka berteriak namun kosong, mereka melempar batu tapi kena diri sendiri, intelektual terpinggirkan, yang diusungpun menjadi tidak jelas, kepentingan rakyat semua atau terbatas kepentingan pemuda dalam hal ini mahasiswa. Emosi tanpa nalar menjauhkan logika dari berpikir jernih kerapkali melahirkan tindakan otot. Bak seorang pahlawan yang memperjuangkan sesuatu yang besar padahal hanya perkira di sekitar.
Andai saja tuntutan pelengseran kembali terjadi bukankah tidak akan mendapatkan perubahan nyata. Ingat peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto, tetap saja tanpa perubahan yang berarti malah lebih buruk. Jika kali ini pun akibat kasus Century presiden dipaksa lengser maka kita hanya akan mengulang sejarah kosong. Tidakkah kita belajar pada tuntutan perubahan yang lebih besar, semisal Negara Turki. Walaupun ke arah yang dirasa kurang tepat bagi negaranya tapi tetap saja yang namanya perubahan sistem akan terwujud nyata dan dirasakan secara riel daripada sekedar penggantian kepala negara. Beratus bahkan beribu kali pun kita mengganti kepala negara hasilnya akan tetap sama dalam sistem yang sama. Karena peraturan hidup muncul dari sistem bukan dari pemimpinnya. Nah, pada akhirnya dikembalikan lagi kepada pemuda untuk mencari, menemukan, dan memperjuangkan sistem mana di bumi ini yang layak untuk diperjuangkan dan dituntut penegakkannya.Salam pembebasan...
Rabu, 03 Maret 2010
Kabupaten ala Koboi
kemarin saya pergi ke konawe selatan. sebuah kabupaten di Provins Sulawesi Tenggara. Sebuah kabupaten yang insyaAllah akan menjadi tempat kerja yang pertama untuk teman Saya (Nia A). Kami berangkat sekitar jam 8.30 WITA. Di sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan alam yang nampak indah sekali. Hutan-hutan di kiri kanan jalan,yang entah pohon apa itu, rumah-rumah beratap daun rumbia dan seng juga dinding yang masih terbuat dari papan, juga dengan anak-anak sekolah yang kecil berlarian hilir mudik di dalam sekolahnya yang tepat menghadap jalan.Ah, benar-benar damai hidup...
Hawanya terasa segar beda sekali dengan Kendari yang panas. Sebagai anak yang terlahir dan tumbuh di lingkungan pegunungan yang dingin jalanan menuju Konsel terasa sangat nyaman dan Saya pun tak bisa menutupi kesenangan diri dengan terus tersenyum sepanjangn jalan yang berkelok-kelok."Ow! ini dia yang kucari: masyarakat yang sebenar-benarnya, inilah wajah Indonesia, anak-anaknya dalam balutan merah putih pebuh kejujuran dan kesenangan hidup yang sederhana dan penuh rasa syukur. Ini dia rakyat yang begitu gemerlap mata mereka melihat kemegahan ibukota. Ibukota adalah kemewahan saja bagi mereka seperti halnya dinding semen, atap genteng, dan lantai keramik. Tapi seperti sudah saya katakan, di sini tenang dan nyaman...
Saya temukan dua bangunan gereja pada jarak berdekatan. Saya tidak mengerti padahal warga di sekitar daerah tersebut tidak bisa dikatakan banyak malah saya lebih pede mengatakannya sedikit, jelas sekali terlihat jarang-jarang rumah merek. Keanehan terusik kembali melihat kondisi masjid yang astagfirullah jauh dari kesan bersih apalagi megah, terjadi kerusakan di sana-sini seperti tidak digunakan lagi. Saya belum lagi melihat proporsi agama di kabupaten ini mengingat kejanggalan-kejanggalan tersebut.
Perjalanan, baru mencapai seperempatnya, begitu kata Mas Adi yang memberi tumpangan. Istrinya (Mb Kiki) menimpali dengan banyaknya kabut yang menurutnya tidak biasanya. Ahai ini bagus sekali...lihatlah kawan seperti di negeri impian. Dalam pikiran saya selanjutnya adalah mendekati anak-anak kecil itu dan bermain, belajar bersama mereka, tidak apalah Saya ingin juga menjadi guru. Tahu tentang Toto Chan? Indah benar sekolahnya: di dalam gerbong kereta dan semua peraturan tidak monoton yang membuat saya mengantuk di kelas. Perjalanan mulai terasa sama, yang saya lihat rumah-rumah penduduk kebanyakan dari dinding papan dan atap rumbia berjejer di kiri kanan jalan, saya pun tertidur sebentar. Tidak lama hawa mulai berubah rasanya agak panas dan...panas!AC dalam mobil mulai dinyalakan dan parahnya Saya langsung batuk2.
JreNGGGG!!!pemandangan berubah...tanah cadas, tetumbuhan ada tapi tidak membikin segar, gedung-gedung perkantoran berjejer menggantikan atap rumbia dan dinding papan penduduk. Gedung DPRD dan tempat bupati mendominasi kebesaran bangunan. BPS sendiri yang kami tuju berada paling ujung dari deretan bangunan perkantoran milik pemerintah semua. Jalanan yang baru diaspal terasa licin di mobil.Biar saya ingat di sana ada RSUD, sebuah rumah sakit tanpa pasien...benar-benar kampung koboi. Hanya beberapa saja yang berseliweran kendaraan motor dan mobil, tak kulihat orang berjalan-jalan kaki. Kami pun sampai di kantor BPS yang baru juga dibangun seperti bangunan lainnya, ujung jalan beraspal ini baru sampai BPS kesananya blasss...!jalan cadas gersang...Apalagi yang dapat saya gambarkan? Saya bingung karena turun dari mobil, panas langsung menyengat dan sepi suara angin terdengar sendu. Daerah ini harusnya tetap alami saya kira...tidak perlu bangunan-bangunan perkantoran ini.
Pemekaran daerah...inilah salah satu bentuk jadinya: Kabupaten Konawe Selatan. Siapa yang menginginkan? Saya kira tidak selamanya pemekaran daerah diingini oleh masyarakatnya. Seperti di Konsel rakyat saja jarang ditemukan maka tentu rakyat tidak terlalu kuat menginginkan pemekaran. Toh rakyat pun tidak merasakan langsung dari pemekaran ini. Akhirnya pandangan tertuju pada mereka yang duduk di tampuk pemerintahan, mungkin ini hanya su'udzon tapi hal ini patutlah menjadi bahan berkaca di kemudian hari: masak iya kabupaten hanya berupa bangunan? kalau mau dibandingkan lebih ramai kampung Saya: Cisoka tercinta...Intinya daerah ini tidaklah layak menjadi kabupaten, mungkin akan lebih bagus jika daerah ini tetap hutan yang bisa memperkuat paru-paru dunia, toh di tanah Sulawesi ini belum kekurangan tanah seperti halnya Jawa.
Saya dan Nia mencoba jalan-jalan keluar karena bete juga nunggu di dalam ruangan tanpa kerjaan. Jalan-jalan? Kami hanya sampai bangunan samping BPS karena udara yang panas, mata tidak bisa saya buka lebar, tanah yang begitu luas ini tampak sempit di pandangan. Angin yang biasanya segar di sini panas. Kami berfoto di bawah bendera yang aduhai kasian sekali sendirian mematung di tengah lapangan yang sunyi berumnput lebat dan dilatari hutan-hutan, ingatan saya kembali pada masa kolonial, ingat saya dengan tetralogi buru Pramoedya Ananta Toer latar akhir abad 19, yah, lapangannya masih sangat berumput saya kira dan suram...
Selain itu tambah tidak senangnya saya dengan kabupaten koboi ini adalah fasilitasnya: air dan listrik jarang-jarang sekali. Mana pada hari ke sana Saya mulas, penderitaan sekali jadinya...untung masih ada sisa air di kamar mandi laki-laki. Entahlah atas dasar apa mereka membentuk Kabupaten yang lebih mirip kampung koboi yang super sepi...janganlah dibandingkan dengan kabupaten di Jawa dengan desa saya pun masih kalah...tapi kita tunggu saja Konawe Selatan sepuluh atau dua puluh tahun ayang akan datang...
Hawanya terasa segar beda sekali dengan Kendari yang panas. Sebagai anak yang terlahir dan tumbuh di lingkungan pegunungan yang dingin jalanan menuju Konsel terasa sangat nyaman dan Saya pun tak bisa menutupi kesenangan diri dengan terus tersenyum sepanjangn jalan yang berkelok-kelok."Ow! ini dia yang kucari: masyarakat yang sebenar-benarnya, inilah wajah Indonesia, anak-anaknya dalam balutan merah putih pebuh kejujuran dan kesenangan hidup yang sederhana dan penuh rasa syukur. Ini dia rakyat yang begitu gemerlap mata mereka melihat kemegahan ibukota. Ibukota adalah kemewahan saja bagi mereka seperti halnya dinding semen, atap genteng, dan lantai keramik. Tapi seperti sudah saya katakan, di sini tenang dan nyaman...
Saya temukan dua bangunan gereja pada jarak berdekatan. Saya tidak mengerti padahal warga di sekitar daerah tersebut tidak bisa dikatakan banyak malah saya lebih pede mengatakannya sedikit, jelas sekali terlihat jarang-jarang rumah merek. Keanehan terusik kembali melihat kondisi masjid yang astagfirullah jauh dari kesan bersih apalagi megah, terjadi kerusakan di sana-sini seperti tidak digunakan lagi. Saya belum lagi melihat proporsi agama di kabupaten ini mengingat kejanggalan-kejanggalan tersebut.
Perjalanan, baru mencapai seperempatnya, begitu kata Mas Adi yang memberi tumpangan. Istrinya (Mb Kiki) menimpali dengan banyaknya kabut yang menurutnya tidak biasanya. Ahai ini bagus sekali...lihatlah kawan seperti di negeri impian. Dalam pikiran saya selanjutnya adalah mendekati anak-anak kecil itu dan bermain, belajar bersama mereka, tidak apalah Saya ingin juga menjadi guru. Tahu tentang Toto Chan? Indah benar sekolahnya: di dalam gerbong kereta dan semua peraturan tidak monoton yang membuat saya mengantuk di kelas. Perjalanan mulai terasa sama, yang saya lihat rumah-rumah penduduk kebanyakan dari dinding papan dan atap rumbia berjejer di kiri kanan jalan, saya pun tertidur sebentar. Tidak lama hawa mulai berubah rasanya agak panas dan...panas!AC dalam mobil mulai dinyalakan dan parahnya Saya langsung batuk2.
JreNGGGG!!!pemandangan berubah...tanah cadas, tetumbuhan ada tapi tidak membikin segar, gedung-gedung perkantoran berjejer menggantikan atap rumbia dan dinding papan penduduk. Gedung DPRD dan tempat bupati mendominasi kebesaran bangunan. BPS sendiri yang kami tuju berada paling ujung dari deretan bangunan perkantoran milik pemerintah semua. Jalanan yang baru diaspal terasa licin di mobil.Biar saya ingat di sana ada RSUD, sebuah rumah sakit tanpa pasien...benar-benar kampung koboi. Hanya beberapa saja yang berseliweran kendaraan motor dan mobil, tak kulihat orang berjalan-jalan kaki. Kami pun sampai di kantor BPS yang baru juga dibangun seperti bangunan lainnya, ujung jalan beraspal ini baru sampai BPS kesananya blasss...!jalan cadas gersang...Apalagi yang dapat saya gambarkan? Saya bingung karena turun dari mobil, panas langsung menyengat dan sepi suara angin terdengar sendu. Daerah ini harusnya tetap alami saya kira...tidak perlu bangunan-bangunan perkantoran ini.
Pemekaran daerah...inilah salah satu bentuk jadinya: Kabupaten Konawe Selatan. Siapa yang menginginkan? Saya kira tidak selamanya pemekaran daerah diingini oleh masyarakatnya. Seperti di Konsel rakyat saja jarang ditemukan maka tentu rakyat tidak terlalu kuat menginginkan pemekaran. Toh rakyat pun tidak merasakan langsung dari pemekaran ini. Akhirnya pandangan tertuju pada mereka yang duduk di tampuk pemerintahan, mungkin ini hanya su'udzon tapi hal ini patutlah menjadi bahan berkaca di kemudian hari: masak iya kabupaten hanya berupa bangunan? kalau mau dibandingkan lebih ramai kampung Saya: Cisoka tercinta...Intinya daerah ini tidaklah layak menjadi kabupaten, mungkin akan lebih bagus jika daerah ini tetap hutan yang bisa memperkuat paru-paru dunia, toh di tanah Sulawesi ini belum kekurangan tanah seperti halnya Jawa.
Saya dan Nia mencoba jalan-jalan keluar karena bete juga nunggu di dalam ruangan tanpa kerjaan. Jalan-jalan? Kami hanya sampai bangunan samping BPS karena udara yang panas, mata tidak bisa saya buka lebar, tanah yang begitu luas ini tampak sempit di pandangan. Angin yang biasanya segar di sini panas. Kami berfoto di bawah bendera yang aduhai kasian sekali sendirian mematung di tengah lapangan yang sunyi berumnput lebat dan dilatari hutan-hutan, ingatan saya kembali pada masa kolonial, ingat saya dengan tetralogi buru Pramoedya Ananta Toer latar akhir abad 19, yah, lapangannya masih sangat berumput saya kira dan suram...
Selain itu tambah tidak senangnya saya dengan kabupaten koboi ini adalah fasilitasnya: air dan listrik jarang-jarang sekali. Mana pada hari ke sana Saya mulas, penderitaan sekali jadinya...untung masih ada sisa air di kamar mandi laki-laki. Entahlah atas dasar apa mereka membentuk Kabupaten yang lebih mirip kampung koboi yang super sepi...janganlah dibandingkan dengan kabupaten di Jawa dengan desa saya pun masih kalah...tapi kita tunggu saja Konawe Selatan sepuluh atau dua puluh tahun ayang akan datang...
Langganan:
Postingan (Atom)